Senin, 05 Oktober 2009

JABIR IBNU HAYYAN, BAPAK KIMIA MODERN

Sekian abad yang lalu buku-buku kimia karangan ilmuan muslim abad pertengahan telah menyebar di Eropa. Tiga ratus buah terdapat di perpustakaan Perancis, Jerman dan Italia . Sementara di Museum Inggris terdapat kurang lebih delapan puluh buah.
Dalam buku The age Of faith, Will Durant menulis bahwa, kimia adalah ilmu pengetahuan yang hampir seluruhnya merupakan warisan ilmuan muslim yang berkembang pada saat bangsa Yunani masih menguasainya secara terbatas dengan metode yang belum lengkap. Sejarah mencatat bahwa ilmuan-ilmuan muslimlah yang memperkenalkan metode observasi dan eksperimen dalam tataran empirisme (pengamatan dengan panca indera) ketimbang sains yunani yang bertumpu pada rasionalisme.
Berbagai peristilahan kimia warisan muslim masih kita jumpai saat ini seperti alkoho (al-kuhl), alkali (al-qilwiyat), alembic (al-anbiq), arsenic (zirnikh), baja (inggris = steel, dari asal kata arab : al-itsmid), kopi (kahwa) dan masih banyak lagi.
Salah seorang kimiawan muslim terkemuka yang diberi gelar bapak kimia modern, karena beliau adalah ilmuan pertama yang menerapkan metode ilmiah untuk melakukan analisis terhadap berbagai materi yang diuji coba adalah, Jabir Ibnu Hayyan. Sarjana barat sendiri menyebut nama beliau, Geber .
Nama lengkapnya adalah Abu Musa jabir Ibnu Hayyan. Lahir di …. Pada tahun 721 M. Ia merupakan murid kesayangan para kimiawan muslim generasi pertama seperti abu abdillah Ja’far Shadik, cucu dari husein Bin Ali Bin abu Thalib yang pernah menyusun kitab kimia setebal 1000 lembar. Selain itu, ia juga belajar dari karya Khalid bin yazid bin muawiyah , pangeran Umayyah yang menulis beberapa karya kimia seperti al-Hararah (pemanasan) dan As Shahihah al kubra (lembaran yang besar).
Jabir digambarkan sebagai seorang pria berperawakan tinggi, tampan dan berwibawa. Ia memiliki jenggot yang lebat dan dikenal memiliki keteguhan iman yang tinggi, bahkan disebut pula sebagai sufi yang rutin melakukan I’tikaf di rumahnya yang berada di Damsyik, Syria.
Jika selesai sholat, ia pergi ke laboratoriumnya yang dipenuhi dengan berbagai macam bejana dan tabung percobaan. Bahan-bahan yang akan diuji coba disimpan di dalam tabung khusus yang telah ditimbang dalam ukuran tertentu. Jabir memang dikenal sebagai ilmuan pertama di dunia yang menimbang kadar material yang ia gunakan sebelum ekperimen ilmiahnya. Batu tumbangan terkecil yang ia gunakan sama berat dengan biji sawi atau sebesar 0,00015432 rithlel. Suatu ukuran yang sangat presisi pada masa itu. Jika bahan-bahan tersebut perlu dihaluskan, maka ia menumbuknya dalam suatu lesung yang terbuat dari emas murni yang beratnya kurang lebih 200 rithel ( 1 rithel Syria = 2,564 kg).

Dari hasil percobaannya ini Jabir menghasilkan berbagai material mengagumkan seperti tinta yang bersinar. Tinta tersebut ia gunakan untuk menulis hal-hal penting yang memungkinkan dibaca dalam keadaan gelap. Ia juga membuat kertas tahan api untuk memenuhi permintaan gurunya, imam ja’far Shadiq, cat anti karat untuk besi, bahan anti air untuk pakaian serta pengharum badan atau yang kemudian kita kenal dengan parfum, proses destilasi alcohol, penyaringan air bersih, peleburan logam untuk pembuatan pakaian perang, helm, perisai dan senjata, pewarnaan kaca serta proses pembuatan permata.
Hasil penemuannya ia paparkan dalam 200 buah buku. Delapan puluh buah di antaranya merupakan karya di bidang kimia, seperti : Assirul maknun (rahasia yang terpendam), Al mawazin ( timbangan), Al Arhanul arba’ah ( prinsip yang ke-empat), Al Misaj ( persenyawaan), dan Al Ashbag (Pencelupan).
Jabir juga berusaha mewujudkan impian para sarjana kimia yakni membuat emas melalui pencampuran dari bahan bukan emas, upaya yang mendapatkan kontroversi dari kalangan ulama saat itu karena upaya yang dinamakan al-kimiya ini dianggap terlalu berlebihan. Walaupun mimpi ini memang belum pernah terwujud hingga saat ini, namun Jabir telah berhasil membuat logam berwarna kuning mengkilap yang konon sulit dibedakan dengan emas murni.
Proses pembuatan bahan ini ia tulis dalam bukunya : Al Khawash (spesialisasi). Buku tersebut masih tersimpan di perpustakaan nasional paris Perancis. Di perpustakaan itu pula tersimpan buku karya jabir lainnya yang berjudul al-ahjaar (batu-batuan).
Jabir adalah ilmuan yang berjasa menambah klasifikasi berbagai material. Material yang dikenal sejak zaman yunani kuno adalah tanah, air, , api, udara, dan logam. Jabir membagi logam atas dua bagian, yakni sulfur yang bisa terbakar, dan timbal yang menurutnya memiliki sifat-sifat ideal sebagai logam.
Jabir juga memperkenalkan berbagai macam asam. Sebelum ia orang Eropa Cuma mengenal asam cuka. Jabirlah yang memperkenalkan asam lain seperti asam nitrat, asam sulfur, asam hidroklorik, dan asam sitrat.
Sementara itu penelitian Jabir tentang racun, beliau tuangkan dalam bukunya yang berjudul Kitabul Sumumi Wa Daf’i Madharriha ( buku yang menerangkan tentang macam-macam racun dan terapinya). Di dalam buku ini Ia membagi racun menjadi tiga jenis, pertama, racun yang berasal dari hewan seperti racun ular, racun harimau dan racun kalajengking. Kedua, racun nabati, yang berasal dari tumbuhan seperti candu dan ganja. Dan ketiga racun batu seperti raksa.
Jabir juga meneliti sifat-sifat logam. Dalam bukunya yang berjudul kitabur rahmah (…), ia menulis hasil penelitiannya tentang magnet. Ia mengatakan bahwa kekuatan magnet semakin lama semakin berkurang.
Atas karya-karyanya ini, jabir mendapat banyak pengakuan darim sarjana-sarjana barat. George Sarton berkata bahwa, Jabir adalah orang terbesar dalam ilmu kimia pada abad pertengahan. Lyklerok berkomentar bahwa, sesungguhnya Jabir merupakan ilmuan terbesar di abad pertengahan dan merupakan ilmuan terbesar di zamannya. Bahkan barthelot mengatakan bahwa keahlian Jabir dalam ilmu kimia sama dengan keahlian aristoteles dalam logika.
Kimiawan muslim ini meninggal pada tahun 815 M.
Untuk mengenang jasa-jasanya, gambar jabir digunakan untuk menghiasi perpustakaan Medisi, Florensia, italia. Lembaga…. Juga mengabadikan nama Jabir ibn hayyan pada sebuah kawah di bulan yakni pada posisi. Kawah tersebut dinamakan kawah geber.

Ibnu Yunus Astronom Legendaris dari Mesir

Ibnu Yunus (950 -1009 M) adalah salah seorang ilmuwan Muslim yang namanya diabadikan pada sebuah kawah di permukaan bulan. Tentu bukan tanpa sebab International Astronomical Union (IAU) mengabadikan nama sang astronom di kawah bulan. Lewat adikaryanya al-Zij al-Hakimi al-kabir, Ibnu Yunus dipandang telah berjasa menyusun sebuah tabel yang sangat akurat.

Sejatinya, Ibnu Yunus bernama lengkap Abu al-Hasan Ali abi Said Abd al-Rahman ibnu Ahmad ibnu Yunus al-Sadafi al-Misri. Ia adalah astronom agung yang terlahir di negeri piramida, Mesir. Sayangnya, sejarah kehidupan masa kecilnya nyaris tak ditemukan. Para sejarawan terbagi dalam dua pendapat soal tahun kelahiran sang ilmuwan.

Sebagian kalangan meyakini Ibnu Yunus lahir pada tahun 950 M dan ada pula yang berpendapat pada 952 M. Ibnu Yunus terlahir di kota Fustat, Mesir. Pada saat masih belia, sang astronom legendaris itu menjadi saksi jatuhnya Mesir ke genggaman Dinasti Fatimiyah. Kekhalifahan yang menganut aliran Syiah itu mendirikan pusat kekuasaannya di Kairo pada 969 M.

Sang ilmuwan mengembangkan ilmu pengetahuan seperti astronomi, matematika dan astrologi di bawah lindungan Kekhalifahan Fatimiyah. Ibnu Yunus mengabdikan dirinya selama 26 tahun bagi pengembangan sains di era kepemimpinan Khalifah Al-Azis dan al-Hakim, penguasa Dinasti Fatimiyah.

Ibnu Yunus tercatat melakukan observasi astronomi selama 30 tahun dari 977 hingga 1003 M yang didedikasikan untuk kedua khalifah. Dengan menggunakan astrolabe yang besar, hingga berdiameter 1,4 meter, Ibnu Yunus telah membuat lebih dari 10 ribu catatan mengenai kedudukan matahari sepanjang tahun.

Secara khusus, ia menulis al-Zij al-Hakimi al-kabir bagi khalifah al-Hakim. Meski sejarah masa kecilnya tak terungkap, yang jelas Ibnu Yunus berasal dari sebuah keluarga terpandang di tanah kelahirannnya. Ayahnya adalah seorang sejarawan, penulis biografi, dan ulama hadis terkemuka.

Sang ayah dikenal sebagai salah seorang penulis sejarah Mesir pertama. Ada dua volume sejarah mesir yang ditulis ayah Ibnu Yunus, yakni tentang orang-orang Mesir, dan pendapat para pelancong tentang Mesir.

"Ayah Ibnu Yunus merupakan seorang pengarang yang memiliki banyak karya. Salah satu karyanya menjelaskan tentang Perayaan di Mesir. Ayahnya juga dikenal sebagai orang yang pertama kali menyusun kamus biografi yang dibuat khusus untuk orang-orang Mesir," tutur Dale F Eickelman dan James Piscatori dalam karyanya Muslim Travellers: Pilgrimage, Migration, and the Religious Imagination.

Menurut Eickelman dan Piscatori, kakeknya Ibnu Yunus juga tak kalah terkenal. Sang kakek merupakan sahabat ilmuwan termasyhur al-Shafi.

Kontribusi dalam bidang Astronomi
Ibnu Yunus sangat terkenal dengan adikaryanya bertajuk al-Zij al-Hakimi al-Kabir. Kitab yang ditulisnya itu mengupas tabel astronomi – sebuah hasil penelitian yang sangat akurat. NM Swerdlow dalam karyanya berjudul Montucla's Legacy: The History of the Exact Sciences mengungkapkan, al-Zij al-Hakimi al-Kabir merupakan salah satu karya astronomi yang sangat mashur.

Menurut Swerdlow, kitab yang ditulis Ibnu Yunus terbukti kebenarannya. Sayangnya, kitab yang fenomenal itu, kini tak lagi utuh, hanya tersisa sebagian saja. Kitab itu ditulisnya untuk dipersembahkan pada Khalifah al-Hakim. Kitab yang dituliskannya itu begitu populer di era kejayaan peradaban Islam.

Tabel yang disusunnya itu digunakan untuk beragam keperluan astronomi. Salah satunya untuk kepentingan penanggalan yang digunakan masyarakat Muslim di beberapa wilayah, seperti Suriah. Selain itu, tabel itu juga mengupas tentang teori jam matahari serta mampu menentukan garis bujur dan lintang matahari, bulan dan planet. Tabel Ibnu Yunus pun digunakan untuk menentukan arah kiblat.

Karya penting Ibnu Yunus dalam astronomi yang lainnya adalah Kitab ghayat al-intifa. Kitab itu berisi tabel bola astronomi yang digunakan untuk mengatur waktu di Kairo, Mesir hingga abad ke-19 M. Sebagai astronom terpandang, Ibnu Yunus melakukan penelitian dan observasi astronomi secara hati-hati dan teliti. Tak heran, jika berbagai penemuannya terkait astronomi selalu akurat dan tepat.

Ibnu Yunus juga diyakini para sejarawan sebagai orang pertama yang menggunakan bandul untuk mengukur waktu pada abad ke-10 M. Ia menggunakan bandul untuk memastikan akurasi dan ketepatan waktu. Dengan begitu, Ibnu Yunus merupakan penemu pertama bandul waktu, bukan Edward Bernard dari Inggris, seperti yang diklaim masyarakat Barat.

Tak cuma itu, Ibnu Yunus juga telah mampu menjelaskan 40 planet pada abad ke-10 M. Selain itu, ia juga telah menyaksikan 30 gerhana bulan. Ia mampu menjelaskan konjungsi planet secara akurat yang terjadi pada abad itu. "Konjungsi Venus dan Merkurius pada Gemini. Waktu itu kira-kira delapan ekuinoksial jam setelah pertengahan hari, di hari Ahad. Merkurius berada di utara Venus dan garis lintang mereka berbeda tiga derajat," tutur Ibnu Yunus.

Buah pemikiran Ibnu Yunus mampu mempengaruhi ilmuwan Barat. ''Pada abad ke-19 M, Simon Newcomb menggunakan teori yang ditemukan Ibnu Yunus untuk menentukan percepatan bulan," papar John J O'Connor, dan Edmund F Robertson, dalam karyanya Abul-Hasan Ali ibnu Abd al-Rahman ibnu Yunus".

Menurut Salah Zaimeche dalam karyanya The Muslim Pioneers of Astronomy, penelitian Ibnu Yunus yang lain juga telah menginspirasi Laplace terkait arah miring matahari dan ketidaksamarataan Jupiter dan Saturnus. Ibnu Yunus memang fenomenal. Secara tekun dan penuh ketelitian, ia telah melakukan pengamatan lebih dari 10 ribu masukan untuk posisi matahari dengan memakai sebuah astrolable monumental yang besar berdiameter 1,4 meter.

Sang ilmuwan tutup usia pada 1009 M. Meski, Ibnu Yunus telah wafat 11 abad lalu, namun nama besarnya masih abadi hingga kini. dessy susilawati


Kontribusi Sang Ilmuwan bagi Peradaban

Selain berjasa mengembangkan astronomi, Ibnu Yunus juga turut membesarkan ilmu-ilmu lain yang penting, seperti matematika dan astrologi.

Astrologi
Dalam bidang astrologi, ia membuat berbagai prediksi dalam tulisan yang dirangkum dalam Kitab bulugh al-umniyya. Sebagai seorang peramal, Ibnu Yunus sempat memprediksi hari kematiannya. Meski badannya segar bugar, pada tahun 1009, ia meramal dirinya akan meninggal tujuh hari lagi. Sejak itu, ia membaca Alquran berulang-ulang. Hingga akhirnya, ia meninggal pada hari yang diprediksikannya.

Matematika
Ibnu Yunus juga dikenal sebagai matematikus ulung. Ia telah menguasai trigonometri yang sangat rumit pada abad ke-10 M. Matematika yang dikuasainya itu dikembangkan untuk meneliti dan menguak rahasia benada-benda di langit. Ia memadukan matematika untuk mengembangkan astronomi. Salah satu buktinya, kitab al-Jiz al-Hakimi al-Kabir yang ditulisnya berisi ratusan rumus yang digunakan dalam spherical astronomy.

Sang ilmuwan telah memberi inspirasi dan pengaruh bagi para astronom di dunia Muslim maupun Barat. Salah satu astronom Muslim terkemuka yang banyak menerapkan buah pemikiran Ibnu Yunus adalah al-Tusi. Lewat Ilkhani zij yang ditulis al-Tusi, hasil penelitian Ibnu Yunus tentang bulan dan matahari masih tetap digunakan.

Banyak sumber mengklaim bahwa Ibnu Yunus menggunakan sebuah bandul untuk mengukur waktu. Hal itu dicatat Gregory Good dalam Sciences of the Earth: An Encyclopedia of Events, People, and Phenomena. Penemuannya itu juga diakui Roger G Newton dalam Galileo's Pendulum: From the Rhythm of Time to the Making of Matter.

Ibnu Yunus juga telah membuat rumus waktu. Ia menggunakan nilai kemiringan sudut rotasi bumi terhadap bidang ekliptika sebesar 23,5 derajat. Tabel tersebut cukup akurat, walaupun terdapat beberapa error untuk altitude yang besar. Ibnu Yunus juga menyusun tabel yang disebut Kitab as-Samt berupa azimuth matahari sebagai fungsi altitude dan longitude matahari untuk kota Kairo. Selain itu, disusun pula tabel a(h) saat equinox untuk h = 1, 2, …, 60 derajat.

Tabel untuk menghitung lama siang hari (length of daylight) juga disusun Ibnu Yunus. Ia juga menyusun tabel untuk menentukan azimuth matahari untuk kota Kairo (latitude 30 derajat) dan Baghdad (latitude 33:25), tabel sinus untuk amplitude terbitnya matahari di Kairo dan Baghdad. Ibnu Yunus juga disebut sebagai kontributor utama untuk penyusunan jadwal waktu di Kairo. sh

Al-Khazini Saintis Muslim Perintis Ilmu Gravitasi

''Fisikawan terbesar sepanjang sejarah.'' Begitulah Charles C Jilispe, editor Dictionary of Scientyfic Bibliography menjuluki saintis Muslim, al-Khazini. Para sejarawan sains menempatkan saintis kelahiran Bizantium alias Yunani itu dalam posisi yang sangat terhormat.

Betapa tidak, ilmuwan Muslim yang berjaya di abad ke-12 M – tepatnya 1115-1130 M – itu telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan sains modern, terutama dalam fisika dan astronomi. al-Khazini merupakan saintis Muslim serbabisa yang menguasai astronomi, fisika, biologi, kimia, matematika serta filsafat.

Sederet buah pikir yang dicetuskannya tetap abadi sepanjang zaman. al-Khazini merupakan ilmuwan yang mencetuskan beragam teori penting dalam sains seperti: metode ilmiah eksperimental dalam mekanik; energi potensial gravitasi; perbedaan daya, masa dan berat; serta jarak gravitasi.

"Teori keseimbangan hidrostatis yang dicetuskannya telah mendorong penciptaan peralatan ilmiah. al-Khazini adalah salah seorang saintis terbesar sepanjang masa,'' ungkap Robert E Hall (1973) dalam tulisannya berjudul ''al-Khazini'' yang dimuat dalam A Dictionary of Scientific Biography Volume VII.

Sejatinya, al-Khazini bernama lengkap Abdurrahman al-Khazini. Menurut Irving M Klotz, dalam tulisannya bertajuk "Multicultural Perspectives in Science Education: One Prescription for Failure", sang ilmuwan hidup di abad ke-12 M. ''Dia berasal dari Bizantium atau Yunani,'' tutur Klotz. al-Khazini menjadi budak Dinasti Seljuk Turki, setelah kerajaan Islam itu menaklukkan wilayah kekuasaan Kaisar Konstantinopel, Romanus IV Diogenes.

Al-Khazini kemudian dibawa ke Merv, sebuah metropolitan terkemuka pada Abad ke-12 M. Merv berada di Persia dan kini Turkmenistan. Sebagai seorang budak, nasib al-Khazini sungguh beruntung. Oleh tuannya yang bernama al-Khazin, ia diberi pendidikan sang sangat baik. Ia diajarkan matematika dan filsafat.

Tak cuma itu, al-Khazini juga dikirimkan untuk belajar pada seorang ilmuwan dan penyair agung dari Persia bernama Omar Khayyam. Dari sang guru, dia mempelajari sastra, metematika, astronomi dan filsafat. Menurut Boris Rosenfeld (1994) dalam bukunya "Abu'l-Fath Abd al-Rahman al-Khazini, saat itu Omar Khayyam juga menetap di kota Merv.

Berbekal otak yang encer, al-Khazini pun kemudian menjelma menjadi seorang ilmuwan berpengaruh. Ia menjadi seorang matematikus terpandang yang langsung berada di bawah perlindungan, Sultan Ahmed Sanjar, penguasa Dinasti Seljuk. Sayangnya, kisah dan perjalanan hidup al-Khazini tak banyak terekam dalam buku-buku sejarah.

Salah Zaimeche PhD (2005) dalam bukunya berjudul Merv menuturkan, al-Khazini adalah seorang ilmuwan yang bersahaja. Meski kepandaiannya sangat dikagumi dan berpengaruh, ia tak silau dengan kekayaan. Menurut Zaimeche, al-Khazini sempat menolak dan mengembalikan hadiah sebesar 1.000 keping emas (dinar) dari seorang istri Emir Seljuk.

''Ia hanya merasa cukup dengan uang tiga dinar dalam setahun,'' papar Zaimeche.

Para sejarawan sains mengungkapkan, pemikiran-pemikiran al-Khazini sangat dipengaruhi oleh sejumlah ilmuwan besar seperti Aristoteles, Archimedes, Al-Quhi, Ibnu Haitham atau Alhacen, al-Biruni serta Omar Khayyam. Selain itu, pemikiran al-Khazini juga sangat berpengaruh bagi pengembangan sains di dunia Barat dan Islam. Salah satu ilmuwan Barat yang banyak terpengaruh al-Khazini adalah Gregory Choniades – astronom Yunani yang meninggal pada abad ke-13 M.

Pemikiran
Salah satu kontribusi penting yang diwarisakan al-Khazini dalam bidang astronomi adalah Tabel Sinjaric. Tabel itu dituliskannya dalam sebuah risalah astronomi bertajuk az-Zij as-Sanjari. Dalam manuskrip itu, dia menjelaskan jam air 24 jam yang didesain untuk kegunaan astronomi. Inilah salah satu jam astronomi pertama yang dikenal di dunia Islam.

Selain itu, al-Khazini juga menjelaskan tentang posisi 46 bintang. Risalahnya yang berjudul Al-Khazini's Zij as-Sanjari itu kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Yunani oleh Gregory Choniades pada abad ke-13 M. Risalah astronomi yang ditulis al-Khazini pun menjadi rujukan para ilmuwan dan pelajar di Kekaisaran Bizantium.

Kontribusi penting lainnya yang diwariskan al-Khazini dalam bidang fisika adalah kitab Mizan al-Hikmah atau Balance of Wisdom. Buku yang ditulisnya pada 1121 M itu mengungkapkan bagian penting fisika Islam. Dalam buku itu, al-Khazini menjelaskan sacara detail pemikiran dan teori yang diciptakannya tentang keseimbangan hidrostatika, konstruksi dan kegunaan, serta teori statika atau ilmu keseimbangan dan hidrostatika.

Selain menjelaskan pemikirannya tentang teori-terori itu, al-Khazani juga menguraikan perkembangan ilmu itu dari para pendahulu serta ilmuwan yang sezaman dengannya. Dalam bukunya itu, al-Khazini juga menjelaskan beberapa peralatan yang diciptakan ilmuwan pendahulunya seperti araeometer buatan Pappus serta pycnometer flask yang diciptakan al-Biruni.


Buku itu dinilai Nasr sebagai sebuah karya ilmiah Muslim yang paling esensial tentang mekanika dan hidrostatika, dan terutama studi mengenai pusat gravitasi. Dalam buku itu pula, al-Khazini mengupas prinsip keseimbangan hidrostatis dengan tingkat ketelitian obyek sampai ukuran mikrogram (10-6 gr), suatu level ketelitian yang menurut K Ajram dalam The Miracle of Islamic Science hanya tercapai pada abad ke 20 M.

Al-Biruni and al-Khazini merupakan dua ilmuwan Muslim yang pertama kali mengembangkan metode ilmiah dalam bidang ilmu keseimbangan atau statika dan dinamika. Metode itu dikembangkan untuk menentukan berat yang didasarkan pada teori kesembangan dan berat. Al-Khazini dan ilmuwan pendahulunya menyatukan ilmu statika dan dinamika ke dalam ilmu baru bernama mekanika.

Selain itu, mereka juga menggabungkan ilmu hidrostatika dengan dinamika sehingga melahirkan ilmu baru bernama hidrodinamika. Mereka juga menerapkan teori rasio matematika dan teknik infinitesimal serta memperkenlkan aljabar dan teknik penghitunang ke dalam statika. Al-Khazini dan ilmuwan Muslim lainnya juga merupakan yang pertama mengeneralisasi teori pusat gravitasi dan mereka adalah yang pertama kali menerapkannya ke dalam benda tiga dimensi.
Para ilmuwan Muslim, salah satunya al-Khazini telah melahirkan ilmu gravitasi yang kemudian berkembang di Eropa. Al-Khazini telah berjasa dalam meletakkan fondasi bagi pengembangan mekanika klasik di era Renaisans Eropa.

Al-Khazini wafat pada abad ke-12 M. Meski begitu, pemikiran-pemikiran yang telah diwariskannya bagi peradaban dunia hingga kini masih tetap abadi dan dikenang. heri ruslan/desy susilawati


Sumbangan Sang Ilmuwan

Al-Khazini sungguh luar biasa. Ilmuwan Muslim dari abad ke-12 M itu tak hanya mencetuskan sejumlah teori penting dalam fisika dan astronomi. Namun, dia juga berhasil menciptakan sejumlah peralatan penting untuk penelitian dan pengembangan astronomi. Ia berhasil menemukan sekitar tujuh peralatan ilmiah yang terbilang sangat penting.

Ketujuh peralatan yang diciptakannya itu dituliskannya dalam Risala fi'l-alat atau Manuskrip tentang Peralatan. Ketujuh alat yang diciptakannya itu adalah triquetrum, dioptra, perlatan segi tiga, quadran dan sektan, astrolab serta peralatan asli tentang refleksi.

Selain berjasa mengembangkan fisika dan astronomi, al-Khazimi juga turut membesarkan ilmu kimia dan biologi. Secara khusus, dia menulis tentang evolusi dalam kimia dan biologi. Dia membandingkan transmutasi unsur dengan transmutasi spesies.

Secara khusus, al-Khazini juga meneliti dan menjelaskan definisi ''berat''. Menurut dia, berat merupakan gaya yang inheren dalam tubuh benda-benda padat yang mnenyebabkan mereka bergerak, dengan sendirinya, dalam suatu garis lurus terhadap pusat bumi dan terhadap pusat benda itu sendiri. Gaya ini pada gilirannya akan tergantung dari kerapatan benda yang bersangkutan.

Al-Khazini juga mempunyai gagasan mengenai pengaruh temperatur terhadap kerapatan, dan tabel-tabel berat spesifiknya umumnya tersusun dengan cermat. Sebelum Roger Bacon menemukan dan membuktikan suatu hipotesis tentang kerapatan air saat ia berada dekat pusat bumi, al-Khazini lebih dahulu telah mendalaminya.

Al-Khazini pun telah banyak melakukan observasi mengenai kapilaritas dan menggunakan aerometer untuk kerapatan dan yang berkenaan dengan temperatur zat-zat cair, teori tentang tuas (pengungkit) serta penggunaan neraca untuk bangunan-bangunan dan untuk pengukuran waktu. she/hri

Nasiruddin Al-Tusi: Saintis Agung dari Abad ke-13 M

Nasir al-Din al-tusi adalah seorang polymath yang ahli di berabgai bidang dan secara empiris mampu membuktikan bahwa bumi bergerak walaupun tetap mendukung teori fisika aristoteles.

Sejarawan sains kerap menyejajarkan kemasyhuran Nasirudin al-Tusi dengan Thomas Aquinas. Betapa tidak, al-Tusi memang seorang saintis Agung yang terlahir di dunia Islam pada abad ke-13 M. Kontribusinya bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern begitu luar biasa. Hidupnya didedikasikan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan peradaban Islam.
Al-Tusi pun dikenal sebagai ilmuwan serbabisa. Beragam ilmu pengetahuan dikuasainya, seperti astronomi, biologi, kimia, matematika, filsafat, kedokteran hingga ilmu agama Islam. Ilmuwan asal Persia ini bernama lengkap Abu Ja’far Muhammad ibn Muhammad ibnu al-Hasan Nasiruddin al-Tusi. Ia terlahir pada 18 Februari 1201 di kota Tus yang terletak di dekat Meshed, Persia – sekarang sebelah timurlaut Iran.
Ia begitu termasyhur. Tak pelak, jika al-Tusi memiliki banyak nama antara lain, Muhaqqiq Al-Tusi, Khuwaja Tusi dan Khuwaja Nasir. Ia terlahir di awal abad ke-13 M, ketika dunia Islam tengah mengalami masa-masa sulit. Pada era itu, kekuatan militer Mongol yang begitu kuat terus menginvansi wilayah kekuasaan Islam. Satu demi satu, kota-kota Islam dihancurkan dan jatuh ke tangan bangsa Mongol.
''Pada masa itu dunia diliputi kecemasan,'' papar JJ O'Connor dan EF Robertson. Hal itu membuat rasa aman dan ketenangan para ilmuwan terusik, sehingga sulit untuk mengembangkan pengetahuannya. Dihadapkan pada situasi sulit seperti itu, al-Tusi pun tak dapat mengelak. Al-Tusi tetap belajar dengan segala keterbatasan yang dihadapi.
Ayahnya adalah guru pertama baginya. Sejak belia, al-Tusi digembleng ilmu agama oleh sang ayahnya yang berprofesi sebagai seorang ahli hukum di Sekolah Imam Keduabelas. Selain digembleng ilmu agama di sekolah itu, al-Tusi juga mempelajari beragam topik ilmu pengetahuan lainnya dari sang paman.
Menurut O'Connor dan Robertson, pengetahuan tambahan yang diperoleh dari pamannya itu begitu berpengaruh pada perkembangan intelektual al-Tusi. Pengetahuan pertama yang diperolehnya dari sang paman antara lain; logika, fisika, metafisika. Ia begitu tertarik pada aljabar dan geometri.
Ketika menginjak usia 13 tahun, kondisi keamanan kian tak menentu. Pasukan Mongol dibawah pimpinan Jengis Khan yang berutal dan sadis mulai bergerak cepat dari Cina ke wilayah barat. Sebelum tentara Mongol menghancurkan kota kelahirannya, dia sudah mempelajari dan menguasai beragam ilmu pengetahuan.
Untuk menimba ilmu lebih banyak lagi, al-Tusi hijrah dari kota kelahirannya ke Nishapur – sebuah kota yang berjarak 75 km di sebelah barat Tus. Di kota itulah, sang saintis agung menyelesaikan pendidikannya filsafat, kedokteran dan matematika. Dia sungguh beruntung, karena bisa belajar matematika dari Kamaluddin ibn Yunus. Kariernya mulai melejit di Nishapur. Pamornya kian mengkilap, sehingga ia mulai dikenal sebagai seorang sarjana yang hebat.
Pada tahun 1220, invasi militer Mongol telah mencapai Tus dan kota kelahiran Nasiruddin pun dihancurkan. Ketika situasi keamanan tak menentu, penguasa Ismailiyah Nasiruddin Abdurrahim mengajak sang ilmuwan itu untuk bergabung. Tawaran itu tak disia-siakannya. Nasiruddin pun bergabung menjadi salah seorang pejabat di Istana Ismailiyah.
Selama mengabdi di istana itu, ia mengisi waktunya untuk menulis beragam karya yang penting tentang logika, filsafat, matematika serta astronomi. Karya pertamanya adalah kitab Akhlag-i Nasiri yang ditulisnya pada 1232.
Pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan cucu Jengis Khan pada tahun 1251 akhirnya menguasai istana Alamut dan meluluh-lantakannya. Nyawa al-Tusi selamat, karena Hulagu ternyata sangat menaruh minat terhadap ilmu pengetahuan. Hulagu yang dikenal bengis dan kejam memperlakukannya dengan penuh hormat. Dia pun diangkat Hulagu menjadi penasihat di bidang ilmu pengetahuan.
Meski telah menjadi penasihat pasukan Mongol, sayangnya al-Tusi tak mampu menghentikan ulah dan kebiadaban Hulagu Khan yang membumihanguskan metropolis intelektual dunia, Baghdad pada tahun 1258. Terlebih, saat itu Dinasti Abbasiyah berada dalam kekuasaan Khalifah Al-Musta'sim yang lemah. Terbukti, militer Abbasiyah tak mampu membendung gempuran pasukan Mongol.
Meski tak mampu mencegah terjadinya serangan bangsa Mongol, paling tidak Nasiruddin bisa menyelamatkan dirinya dan masih berkesempatan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. “Hulagu sangat bangga karena berhasil menaklukkan Baghdad dan lebih bangga lagi karena ilmuwan terkemuka seperti Al-Tusi bisa bergabung bersamanya,'' papar O'Connor dan Robertson dalam tulisannya tentang sejarah al-Tusi.
Hulagu juga amat senang, ketika Nasirrudin mengungkapan rencananya untuk membangun Observatorium di Malagha. Saat itu, Hulagu telah menjadikan Malagha yang berada di wilayah Azerbaijan sebagai ibu kota pemerintahannya. Pada tahun 1259, al-Tusi pun mulai membangun observatorium yang megah. Jejak dan bekas bangunan observatorium itu masih ada hingga sekarang.
Observatorium Malagha mulai beroperasi pada tahun 1262. Pembangunan dan operasional observatorium itu melibatkan sarjana dari Persia dibantum astronom dari Cina. Tekonologi yang diunakan di observatorium itu terbilang canggih pada zamannya. Beberapa peralatan dan teknologi penguak luar angkasa yang digunakan di observatorium itu ternyata merupakan penemuan Nasiruddin, salah satunya adalah kuadran azimuth.
Selain itu, dia juga membangun perpustakaan di observatorium itu. Koleksi bukunya tebilang lengkap, terdiri dari beragam ilmu pengetahuan. Di tempat itu, al-Tusi tak cuma mengembangkan bidang astronomi saja. Dia pun turut mengembangkan matematikan serta filsafat.
Di Observatorium yang dipimpinnya itu, al-Tusi berhasil membuat tabel pergerakan planet yang sangat akurat. Kontribusi lainnya yang amat penting bagi perkembangan astronomi adalah kitab Zij-i Ilkhani yang ditulis dalam bahasa Persia dan lalu diterjemahkan dalam bahasa Arab. Kitab itu disusun setelah 12 tahun memimpin obeservatorium Malagha.
Selain itu, al-Tusi juga berhasil menulis kitab terkemuka lainnya berudul Al-Tadhkira fi'ilm Al-hay'a (Memoir Astronomi). Nasiruddin mampul memodifikasi model semesta episiklus Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-benda langit. Ia wafat pada 26 Juni 1274 di Baghdad. Meski begitu, jasa dan kontribusinya dalam pengembangan ilmu pengetahuan masih tetap dikenang. N hri
Karya dan Pencapaian Sang Ilmuwan Besar
Selama mendedikasikan hidupnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, Nasiruddin Al-Tusi telah menulis beragam kitab yang mengupas bermacam ilmu pengetahuan. Di antara kitab yang berhasil ditulisnya itu antara lain; kitab Tajrid-al-'Aqaid, sebuah kajian tentang Ilmu Kalam; serta Al-Tadhkirah fi'ilm al-hay'ah, sebuah memoir tentang ilmu astronomi.
Kitab tentang astronomi yang ditulis Nasiruddin itu banyak mendapat komentar dari para pakar astronomi. Komentar-komentar itu dibukukan dalam sebuah buku berjudul Sharh al-Tadhkirah (Sebuah Komentar atas Al-Tadhkirah) yang ditulis Abd al-Ali ibn Muhammad ibn al-Husayn al-Birjandi dan Nazzam Nishapuri.
Selain itu, Nasiruddin juga menulis kitab berjudul Akhlaq-i-Nasri yang mengupas tentang etika. Kitab lainnya yang terbilang populer adalah Al-Risalah Al-Asturlabiyah (Risalah Astrolabe). Kitab ini mengupas tentang peralatan yang digunakan dalam astronomi. Di bidang astronomi, Nasiruddin juga menulis risalah yang amat populer, yakni Zij-i ilkhani (Ilkhanic Tables). Ia juga menulis Sharh Al-Isharat, sebuah kritik terhadap hasil kerja Ibnu Sina.
Selama tinggal di Nishapur, Nasiruddin memiliki reputasi yang cemerlang, sebagai ilmuwan yang beda dari yang lain. Pencapaian mengagumkan yang berhasil ditorehkan Nasiruddin dalam bidang matematika adalah pembuatan rumus sinus untuk segitiga, yakni; a / sin A = b / sin B = c / sin C. n hri

Kontribusi Sang Ilmuwan bagi Sains
Astronomi
Ia menulis beragam kitab yang mengupas tentang Astronomi. al-Tusi juga membangun observatorium yang mampu menghasilkan tabel pergerakan planet secara akurat. Model sistem plenaterium yang dibuatnya diyakini paling maju pada zamannya. Dia juga berhasil menemukan sebuah teknik geometrik yang dikenal dengan al-Tusi-couple. Sejarah juga mencatat, al-Tusi sebagai astronom pertama yang mengungkapkan bukti observasi empiris tentang rotasi Bumi.
Biologi
Ia juga turut memberi sumbangan dalam pengembangan ilmu hayat atau biologi. Ia menulis secara luas tentang biologi. Al-Tusi menempatkan dirinya sebagai perintis awal dalam evolusi biologi. Dia memulai teorinya tentang evolusi dengan alam semesta yang terdiri dari elemen-eleman yang sama dan mirip. Menurutnya, kontradiksi internal mulai tampak , dan sebagai sebuah hasil, beberapa zat mulai berkembang lebih cepat dan berbeda dengan zat lain.
Dia lalu menjelaskan bagaimana elemen-elemen berkembang menjadi mineral kemudian tanaman, kemudian hewan dan kemudian manusia. Di juga menjelaskan bagaimana variabilitas heriditas merupakan faktor penting dalam evolusi biologi mahluk hidup.
Kimia
Al-Tusi mengungkapkan versi awal tentang hukum kekekalan massa. Inilah salah satu kontribusinya yang paling penting dalam ilmu kimia. “Zat dalam tubuh tak bisa sepenuhnya menghilang. Zat itu hanya mengubah bentuk, kondisi, komposisi, warna dan bentuk lainnya yang berbeda.
Matematika
Selain menghasilkan rumus sinus pada segitiga, al-Tusi juga seorang matematikus pertama yang memisahkan trigonometri sebagai disiplin ilmu yang terpisah dari matematika.

Ahmad Ibnu Majid: Singa Lautan di Abad ke-15 M

Singa Lautan. Begitulah dunia maritim Islam dan Barat menjuluki Ahmad Ibnu Majid. Navi gator Muslim di abad ke-15 itu sungguh sangat disegani para pelaut pada zamannya. Keberanian nya menantang ganasnya gelombang lautan menjadikannya seorang legendaris. Kemampuan dan keandalannya dalam seni navigasi dicatat dalam sejarah dengan tinta emas.

Ibnu Majid yang terlahir di Julphar, sekarang dikenal Ras Al Khaimah, yang berada di salah satu dari tujuh kota Uni Emirat Arab pada 1421 M itu juga dikenal sebagai ahli pembuat peta atau kartografer. Muhammad Razi dalam karyanya bertajuk 50 Ilmuwan Muslim Populer mengungkapkan, masa hidup Ibnu Majid pada akhir abad ke-15 M, bertepatan dengan upaya penjelajah Eropa mencari jalur baru ke Asia.

Pada era itu pula, Portugis memiliki seorang pelaut terkemuka bernama Vasco Da Gama. Pelaut kenamaan dari Eropa itu memimpin sebuah ekspedisi bahari untuk menemukan Tanjung Harapan di selatan Afrika pada tahun1498 M. Penemuan itu membuat bangsa Eropa menemukan jalur baru ke benua Asia, yang sebelumnya harus melewati tanah Islam di Timur Tengah.

Keberhasilan Vasco da Gama itu tak ada artinya bila tak dibantu seorang navigator Mus lim yang pemberani. Dialah Ahmad Ibnu Majid ini. “Ia pernah diangkat sebagai naviga tor Vasco Da Gama, walau ternyata penelitian masa kini membuktikan bahwa bukannya dia, melainkan seorang Muslim dari Gujarat yang melakukannya,” ungkap Muhammad Razi.

Meski penelitian terbaru tak membuktikan nya, sejarah tetap mencatat Ibnu Majid sebagai seorang pelaut, navigator dan pembuat peta yang sangat masyhur. Tak cuma itu, ia pun berhasil menuliskan sebuah buku yang sangat diakui dan dikagumi. Pada saat hidup nya, Ibnu Majid pun telah mampu membuat kompas.

Dunia maritim bukanlah hal yang aneh bagi Ibnu Majid. Sejak kecil lautan telah men jadi bagian hidupnya, karena ia memang tumbuh dari keluarga pelaut. Tak aneh bila pada usia 17 tahun, Ibnu Majid sudah sangat jago mengemudikan kapal laut.

“Keluarga Ahmad Ibnu Majid berasal dari Najd di Semenanjung Arabi. Darah pelaut mengalir ditubuhnya. Hal ini karena kakek dan ayahnya juga merupakan seorang pelaut. Ayahnya bahkan pernah menulis buku tentang navigasi di lautan sekitar Hijaz,” tutur Muhammad Razi.

Lantaran terbiasa mengikuti pelayaran di Laut Merah bersama ayahnya, sang navigator bersama teman-temannya juga memiliki ide melakukan pelayaran di sejumlah daerah. Ber bekal keberanian dan tekad baja, ia bersa ma sekelompok pelaut melakukan penjela jahan yang lebih luas. Ibnu Majid pun meng arungi Samudera Hindia.

Penjelajahannya yang begitu lama di Samu dera Hindia membuat Ibnu Majid sangat memahami seluk beluk daerah itu. Malah, ia menulis sejumlah pandangannya yang sangat penting bagi dunia kelautan pada masa itu. Berkat keberaniannya menyusuri daerah baru yang jarang dikunjungi, Ibnu Majid pun kian dikenal. Setiap penjelajahannya didukung alat canggih seperti kompas yang dibuatnya sendiri, tentu saja kompas ini jauh lebih detail dari kompas modern.

“Dengan bantuan kompasnya, ia juga berhasil menjelajahi daerah pantai Benua Afrika, mulai dari Luat Merah ke arah selatanlalu ke Barat hingga Maroko dan Laut Tengah. Tak diragukan lagi, ilmu kelautan adalah sesuatau hal yang sangat dikuasai dan dipahaminya, papar Muhammad Razi.

Seringnya ia melakukan penjelajahan di berbagai daerah, tentu saja membuatnya memiliki banyak kenalan dan teman. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Vasco Da Gama, pelaut asal Purtugis itu. Mungkin karena Vas co Da Gama sangat mengagumi kompas yang dibuatnya serta pengetahuan yang dikuasai nya, Ibnu Majid pun diajakVasco da Gama untuk turut serta dalam ekspedisi pelayaran yang akan dipimpinnya.

Saat itulah, namanya semakin terkenal, tak hanya di dunia Muslim, tapi juga di dunia Barat. Pada saat membantu Vasco da Gama, ia mengendalikan perjalanan laut dari benua Afrika ke India. "Untuk mencapai Afrika Timur, orang Portugis mencari informasi secara terus menerus (menyeberangi) Laut Arab sampai seorang pelaut berbakat bernama Ahmad Ibnu Majid ikut terlibat dalam pekerjaan mereka," papar Qutb al-Din al-Nah ra wali (1511-1582), dalam karyanya bertajuk al-Barq al-yamani fil-fath al-Uthmani, yang dipublikasikan tahun 1892.

Ibnu Majid yang tutup usia pada tahun 1500 M telah mewariskan sederet karya yang sangat penting bagi dunia pelayaran dan kelautan. GR Tibbetts dalam bukunya berjudul Arab Navigation in the Indian Ocean Before the Co ming of the Portuguese, mengungkapkan, karya terpenting dari Ibnu Majid adalah Kitab al-Fawaid fi Usul Ilm al-Bahr wal-Qawaid atau (Buku Pedoman tentang Prinsip dan Per aturan Navigasi), yang ditulisnya pada 1490 M. Buku ini tentu saja sangat bermanfaat, terutama untuk membantu orang teluk Persia menjangkau pantai In dia, Afrika Timur, dan tujuan lainnnya.

Kitab itu merupakan salah satu rujukan terpen ting dalam bidang kelautan pada zamannya. Buku itu merupakan ensiklopedia navigasi yang menjelaskan sejarah dan prinsip da sar navigasi, letak bulan, macam-macam kom pas, perbedaan cara berlayar di berbagai per air an, posisi bintang, jumlah angin musim, dan angin musim laut lainnya, topan, dan be be rapa topik lainya untuk navigator profesional.

Ibnu Majid menulis buku itu berdasarkan pengalaman pribadinya dan juga pengalaman ayahnya yang juga merupakan keluarga navigator terkenal, dan merupakan pengetahuan bagi generasi pelayaran Sa mu dra India. Selain dida sar kan pada pengalamannya, se mua karya Ibnu Majid juga di padukan dengan teori-teori navigasi yang diperoleh dari buku-buku yang ditulis pendahulunya.

Salah satu ilmuwan Muslim yang menjadi rujukan pemikir annya adalah Yaqut Al Hamawi. "Saya memposisikan Ahmad Ibnu Majid diatas Yaqut, karena penyebaran pandangan Ahmad Ibnu Majid begitu meluas dari dari dunia Islam hingga ke Barat, dan turut serta memajukan dasar-dasar ilmu kelautan yang mendukung munculnya pelayaran besar-besaran yang dilakukan Eropa ke seluruh penjuru dunia pada saat itu," tutur GR Tibbetts.

Sedangkan, kata dia, pengaruh karya Yaqut sangat kuat dalam pengkajian daerahdae rah Islam pada masa itu. Namun pada saat yang sama pandangannya relatif tidak berpengaruh secara langsung terhadap dunia Barat. Begitulah peran dan jasa Ibnu Majid dalam mengembangkan ilmu navigasi dan pelayaran.


Ibnu Majid dan Keunggulan Dunia Islam

Kita menguasai 32 arah mata angin, tirfa, zam, serta pengukuran tinggi bintang, yang tak mereka miliki (Eropa). Mereka tidak menge tahui cara kita melakukan navigasi, tapi kita bisa mengetahui apa yang mereka lakukan dalam navigasi. Kita dapat menggunakan sistem navigasi mereka dan pelayaran de ngan kapal mereka, tutur Ibnu Majid dalam kitab yang ditu lisnya.

Ibnu Majid juga mengungkapkan keunggulan dunia pelayar an Islam lainnya. Menurut dia, Pelaut Muslim telah mengetahui bahwa Samudera Hindia terhubung dengan semua Samudera, dan kita bisa menguasai buku-buku ilmu pengetahuan yang memberikan penjelasan cara mengukur ketinggian bintang, tapi mereka tidak memiliki pengetahuan keting gian bintang.

Mereka tidak punya ilmu pengetahuan dan juga tidak punya buku-buku, hanya kompas dan perhitungan mati. Kita dapat dengan mudah berlayar di kapal mereka dan di atas laut mereka, sehingga mereka menghormati kita. Mereka mengakui kita memiliki ilmu pengetahuan yang lebih baik tentang laut dan navigasi dan hikmah bintang-bintang, tuturnya.

Karya-karya Ibnu Majid memberi pengaruh luas dalam dunia pelayaran baik di dunia Islam maupun dunia Barat. Karyanya telah memberi inspirasi dan semangat bagi para pelaut di zamannya untuk mela kukan penjelajahan. Padahal, sebelumnya sangat sedikit pelaut Arab yang berani mengarungi wilayah yang lebih jauh dari kawasan Laut Merah, Pantai Timur Afrika, hingga Pantai Tenggara Afrika atau Sofala, wilayah dekat Madagaskar.

Sebelum Ibnu Majid menulis buku tentang navigasi dan pelayaran, para pelaut pernah mencoba jalur berdasarkan peta yang dibuat Claudius Ptolemaeus. Dalam peta itu dijelaskan, di selatan Sofala terdapat daratan yang membentang hingga ke Cina di sebelah timur. Hanya celah sempit yang menghu bungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.

Peta itu lalu dikoreksi Abu Raihan al-Biruni. Ilmuwan Muslim itu menjelaskan ada lautan, bukan hanya selat, yang menghubungkan dua samudra besar tersebut. Ibnu Majid pun membenarkan teori al-Biruni. Ia membenarkan terori al-Biruni berdasarkan pengalamannya menjelajahi lautan.

Menurut Ibnu Majid, di selatan Sofala terdapat selat yang menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Ia telah mengoreksi kesalahan peta yang dibuat Ptolemaeus. Semua itu berkat rasa keingintahuannya yang begitu besar tentang wilayah pantai Afrika secara keseluruhan. Saat itu, ia melakukan ekspedisi keliling benua Afrika mulai dari Laut Merah ke arah selatan lalu ke barat hingga Maroko dan Laut Tengah. Inilah yang mengantarkannya pada suatu kebenaran.

Ibnu Majid pun dikenal sebagai pembuat kompas dengan 32 arah mata angin. Tentu saja kompas ini jauh lebih detil dengan kompas buatan ahli masa itu, terutama orang Mesir dan Maroko. Kreasi itu akhirnya dikenal sebagai bentuk awal kompas modern.

Ketika Ibnu Majid bertemu dengan para pelaut Portugis yang terkenal dalam penjelajahannya, termasuk Vasco Da Gama, ia menunjukkan kompas buatannya itu. Kala itu, para pelaut Portugis sangat terkesima melihat kompas dengan 32 arah mata angin itu. Mereka juga mengaku belum pernah melihat kompas seperti itu sebelumnya. she/desy/taq

Ibnu Sahl: Penemu Hukum Pembiasan Cahaya

Pernahkah Anda mempelajari hukum refraksi (pembiasan) dalam ilmu fisika? Dunia fisika modern mengklaim bahwa hukum pembiasan ditemukan oleh fisikawan asal Belanda bernama Willebrord Snell (1591 - 1626) pada 1621. Padahal, enam abad sebelum Snell menemukan hukum pembiasan cahaya, ilmuwan Muslim bernama Ibnu Sahl telah mencetuskannya.
Hukum pembiasan cahaya itu dituangkan Ibnu Sahl dalam risalah yang ditulisnya pada 984 M berjudul On Burning Mirrors and Lenses. Dalam risalah ilmu fisika yang sangat penting itu, Ibnu Sahl menjelaskan secara perinci dan jelas tentang cermin membengkok dan lensa membengkok serta titik api atau titik fokus.
Secara matematis, hukum pembiasan yang dicetuskan Ibnu Sahl setara dengan hukum Snell. Ibnu Sahl menggunakan hukum pembiasan cahayanya untuk memperhitungkan bentuk-bentuk lensa dan cermin yang titik fokus cahayanya berada di sebuah titik poros. Sekitar 600 tahun kemudian, Snell juga mengungkapkan hal yang sama. Menurut Snell, sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.
Inilah salah satu fakta betapa ilmuwan Muslim telah lebih dulu menemukan berbagai temuan penting dalam khazanah keilmuan. Ibnu Sahl adalah ilmuwan perintis di bidang ilmu optik. Howard R Turner dalam bukunya bertajuk Science in Medival Islam pun mengakui bahwa ilmu optik merupakan penemuan asli dari sarjana Muslim.
''Ilmu optik merupakan penemuan ilmiah para sarjana Muslim yang paling orisinall dan penting dalam sejarah Islam,'' ungkap Turner. Pernyataan Turner itu membuktikan bahwa dunia modern yang didominasi Barat tak boleh menafikkan peran sarjana Muslim di era keemasan. Sebab, dari para ilmuwan Muslim-lah, sarjana Barat, seperti Leonardo da Vinci, Kepler, Roger Bacon, serta yang lainnya belajar ilmu optik.
Keberhasilan umat Islam menguasai bidang optik di masa kekhalifahan berawal dari kerja keras para filsuf, ahli matematika, dan ahli kesehatan yang mempelajari sifat fundamental dan cara bekerja pandangan dan cahaya. Di abad ke-9 M, ilmuwan Muslim dengan tekun menggali dan mempelajari karya-karya ilmuwan Yunani, seperti Euclid serta risalah-risalah astronom Mesir, Ptolemeus, tentang optik.
Lalu, siapakah sebenarnya Ibnu Sahl itu? Sejatinya, pakar optik termasyhur itu bernama lengkap Abu Sad Al-Ala ibnu Sahl atau lebih dikenal dengan Ibnu Sahl. Ia adalah ilmuwan yang mengabdikan dirinya di istana Khalifah Abbasiyah Baghdad. Fisikawan Muslim asal Arab itu terlahir pada 940 M dan meninggal di tahun 1000. Keberhasilannya dalam bidang optik membuktikan bahwa dirinya adalah ilmuwan besar dalam era keemasan Islam.
Ilmuwan yang satu ini tercatat menguasai tiga ilmu penting, yakni optik, matematika, dan fisika. Namun, menurut Len Berggren, Ibnu Sahl juga menguasai bidang geometri yang ditulis akhir abad ke-10 M. ''Ibnu Sahl adalah seorang ahli ilmu geometri terkemuka,'' papar Berggren.
Sejarah optik modern kerap kali menyebut nama Ibnu Haitham (965-1039) sebagai ''Bapak Ilmu Optik Modern''. Ternyata, Ibnu Haitham pun banyak terpengaruh oleh Ibnu Sahl. R Rashed (1993) dalam bukunya Geometrie et dioptrique au Xe siècle: Ibn Sahl, al-Quhi et Ibn al-Haytham menyatakan bahwa risalah Ibnu Sahl telah digunakan Ibnu al-Haitham (965-1039).
Rashed berhasil menemukan naskah yang telah terpisah di dua perpustakaan. Dia mengumpulkan kembali naskah tersebut, diterjemahkan, dan diterbitkan. Menurut Rashed, dalam karyanya, Ibnu Haitham menyebut nama Ibnu Sahl, seorang ahli optik yang bekerja dan hidup pada akhir abad ke-10 dan awal abad ke-11. Di sisi lain, dia berkomentar di salah satu risalah Ibnu Sahl berjudul al-Kuhi .
Dalam bidang optik, Ibnu Sahl bukanlah ilmuwan pertama di dunia Islam. Seabad sebelumnya, peradaban Islam memiliki Al-Kindi (801 - 873 M) yang telah mengembangkan bidang kajian optik. Hasil kerja kerasnya mampu menghasilkan pemahaman baru tentang refleksi cahaya serta prinsip-prinsip persepsi visual. Buah pikir Al-Kindi tentang optik terekam dalam kitab berjudul De Radiis Stellarum . Buku yang ditulisnya itu sangat berpengaruh bagi sarjana Barat, seperti Robert Grosseteste dan Roger Bacon.
Tak heran, bila teori-teori yang dicetuskan Al-Kindi tentang ilmu optik telah menjadi hukum-hukum perspektif di era Renaisans Eropa. Secara lugas, Al-Kindi menolak konsep tentang penglihatan yang dilontarkan Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu, penglihatan merupakan bentuk yang diterima mata dari objek yang sedang dilihat. Namun, menurut Al-Kindi, penglihatan justru ditimbulkan daya pencahayaan yang berjalan dari mata ke objek dalam bentuk kerucut radiasi yang padat.
Ilmuwan lainnya yang tak kalah fenomenal dibandingkan Ibnu Sahl adalah Ibnu Al-Haitham (965 M - 1040 M). Menurut Turner, Al-Haitham adalah sarjana Muslim yang mengkaji ilmu optik dengan kualitas riset yang tinggi dan sistematis. "Pencapaian dan keberhasilannya begitu spektakuler,'' puji Turner.
Al-Haitham adalah sarjana pertama menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Salah satu karyanya yang paling fenomenal adalah Kitab Al-Manazir (Buku Optik). Dalam kitab itu, ia menjelaskan beragam fenomena cahaya, termasuk sistem penglihatan manusia. Saking fenomenalnya, kitab itu telah menjadi buku rujukan paling penting dalam ilmu optik. Selama lebih dari 500 tahun, buku itu dijadikan pegangan.
Pada 1572 M, Kitab Al-Manazir diterjemahkan ke bahasa Latin, Opticae Thesaurus. Dalam kitab itu, dia mengupas ide-idenya tentang cahaya. Sang ilmuwan Muslim itu meyakini bahwa sinar cahaya keluar dari garis lurus dari setiap titik di permukaan yang bercahaya.
Selain itu, Al-Haitham memecahkan misteri tentang lintasan cahaya melalui berbagai media dan serangkaian percobaan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Keberhasilannya yang lain adalah ditemukannya teori pembiasan cahaya. Al-Haitham pun sukses melakukan eksperimen pertamanya tentang penyebaran cahaya terhadap berbagai warna.

Optik di Dunia Islam

Ilmu optik adalah ilmu yang dikembangkan secara khusus para ilmuwan Muslim di era kejayaan. Para filsuf, ahli matematika, dan ahli kesehatan Muslim yang paling menonjol di zaman itu berupaya keras mempelajari sifat fundamental dan cara bekerja pandangan serta cahaya.
''Di bidang ilmu optik inilah mereka menghasilkan apa yang barangkali merupakan penemuan ilmiah paling orisinal dan penting dalam sejarah dunia Islam,'' papar Howard R Turner dalam bukunya berjudul Science in Medival Islam.
Para ilmuwan Muslim itu memiliki akses terhadap kekayaan warisan pengetahuan Yunani yang berkaitan dengan cahaya dan penglihatan. Salah satu karya penting yang memberi inspirasi pada ilmuwan Muslim adalah karya-karya yang ditulis oleh ahli matematika, Euclid, pada abad ketiga SM. Selain itu, para ilmuwan Muslim pun mempelajari risalah-risalah yang dihasilkan astronom Mesir, Ptolemeus.
Menurut Turner, literatur-literatur pra-Islam ini menggali berbagai topik, mulai dari refleksi, refraksi, proyeksi citra melalui lubang, pelangi, hingga anatomi dan cara bekerja mata. Risalah-risalah Yunani dalam bidang-bidang ini telah menggunakan istilah beberapa disiplin, termasuk matematika, filsafat alam, dan pengobatan.
Dengan mempelajari teori-teori Euclid yang berjudul Optics, papar Turner, para ilmuwan Islam pun dengan cepat mengembangkan ilmu optik. Mereka menjadi peletak dasar ilmu optik modern. Al-Kindi, misalnya, mampu menghasilkan pemahaman baru tentang refleksi cahaya juga prinsip-prinsip visual.
Buah pemikiran Al-Kindi itu kemudian menjadi hukum-hukum perspektif pada zaman Renaisans Eropa. Ditakdirkan untuk menyatukan unsur-unsur sains kealaman dan matematika, Al-Kindi menolak konsep Aristoteles tentang penglihatan sebagai bentuk yang diterima oleh mata dari objek yang sedang dilihat. Sebaliknya, ia memahami penglihatan ditimbulkan oleh daya pencahayaan yang berjalan dari mata ke objek dalam bentuk kerucut radiasi.
Seiring waktu, pencapaian dunia Islam dalam bidang optik berkembang semakin pesat. Terinspirasi karya Ibnu Sahl, ahli fisika Muslim terkemuka Ibnu Haitham mengembangkan ilmu optik lebih hebat lagi. Salah satunya, Ibnu Haitham mampu menciptakan ''kamera obscura''.
Temuan itu berasal dari upaya Ibnu Haitham untuk mempelajari gerhana matahari. Ibnu Haitham kemudian membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari seminyata diproyeksikan melaluinya ke permukaan datar. Contoh pertama dari ilmu optik "kamera obscura" ini mendahului prinsip-prinsip fotografi modern. Percobaan-percobaan utama yang dikembangkan Ibnu Haitham dengan menggunakan cermin pembakar berbentuk parabolik, memberi jalan menuju lensa-lensa untuk teleskop dan mikroskop masa depan.
Dengan meneliti mata manusia, Ibnu Haitham mempelajari strukturnya, menganalisis penglihatan stereo, dan merumuskan metode bagaimana manusia menangkap citra. Begitulah, peradaban Islam mengembangkan ilmu optik hingga mampu mengubah dunia. Berbekal hasil karya dan pemikiran ilmuwan Islam di zaman keemasan, peradaban Barat akhirnya mampu mengembangkan ilmu optik lebih hebat lagi. Meski begitu, mereka tak bisa melupakan jasa umat Islam.

MUḥAMMAD IBN MŪSĀ AL-KHWĀRIZMĪ

Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi adalah ahli matematika, astronom, astrolog dan geographer asal Persia. Beliau lahir pada tahun 780 di Khwarizm ( sumber lain : Baghdad) dan meninggal sekitar tahun 850 M . Al- Khwarizmi dikenal oleh ilmuan eropa dengan nama algorismus.
Beliau mengarang al-Kitāb al-mukhtaṣar fī ḥisāb al-jabr wa-l-muqābala, buku yang pertama membahas tentang solusi sistematis persamaan kuadrat dan linear. Beliau juga dianggap sebagai bapak Al-Jabar, sebuah gelar yang juga diberikan kepada Diophantus. Kata algebra sendiri berasal dari kata al-jabr, salah satu dari dua jenis operasi untuk menyelesaikan persamaan kuadrat yang terdapat dalam kitab tersebut.
Sementara itu Algoritmi de numero Indorum, terjemahan dalam bahasa latin karyanya yang lain tentang Indian Numerals ( Angka-angka india), memperkenalkan system posisi angka dan angka nol pada dunia barat di abad 12. Kata Algorizm dan algorithm berasal dari algoritmi, sebutan “Al-khawarizm” dalam bahasa latin. Sementara orang-oramg Spanyol menyebut guarismo yang berarti digit.

Biografi
Sedikit saja yang bisa kita ketahui tentang kehidupan al-Khwarizmi. Bahkan belum ada yang tahu jelas di mana ia dilahirkan. Jika mengacu pada namanya “al-Khwarizm”, berarti ia berasal dari Khwarizm (Khiva) yang berada di Propinsi Khorasan ang menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Sassanid Persia. Sekarang ini masuk dalam wilayah Propinsi Xorazm, Uzbekistan. Sementara jika mengacu pada aslinya, Abū Abd Allāh Muḥammad ibn Mūsā al-Ḵwārizmī berarti ia bernama Muhammad, ayah dari abdullah, anak dari Musa, asli dari Khwarizm.
Sejarahwan al-Tabari sendiri memberinya nama Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi al-majousi al-Katarbali. Epitet(…)al-Qutrubbulli menandakan bahwa ia berasal dari Quttrubbul, sebuah kota kecil dekat Baghdad.
Adanya kata al-Majousi pada nama yang diberikan al- Tabari menurut G. Toomer, menandakan bahwa ia adalah penganut agama zoroaster. Sementara itu, Al-tabari berpendapat bahwa Al-Khwarizmi adalah seorang muslim yang saleh dan mungkin pernah menganut agama zoroaster tetapi ketika ia masih muda.
Di dalam Kitāb al-Fihrist karya Ibn al-Nadim tertulis biografi singkat tentang al-Khwarizm beserta daftar karyanga. Ia menulis bahwa Al-Khwariuzm menulis sebagia besar karnyanya antara tahun 813 sampai 833. Setelah Islam menaklukkan Persia, baghdad berkembang menjadi pusat perdagangan dan pusat pembelajaran sains sehingga banyak pedagang dan saintis berada di sana. Orang-orang dari timur seperti cina dan India berdatangan ke sana, termasuk pula Al-Khwarizm. Al-Khwarizm kemudian menjadi pelajar di Baghdad dan bekerja pada bait al-hikmah atau rimah kebijaksanaan yang didirikan oleh Khalifah Al-Makmun. Di sana ia menerjemahkan manuskrip-manuskrip sains yunani ke dalam bahasa Arab.



Kontribusi.
Konstribusi utamanya di bidang matematika islam, astronomi, astrologi, geografi dan kartografi merupakan landasan bagi perkembangan aljabar dan trigonometri.
Matematika
Pendekatannya yang sistematis dan logis dalam menyelesaikan persamaan linear dan quadratik menjadi ukuran bagi disiplin aljabar, istilah yang diambil dari nama buku yang ditulisnya pada tahun 830 M, al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa’l-muqabala ( Buku kompedium perhitungan dengan Completion(…)dan balancing). Buku tersebut pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa latin pada abad ke 12 .
Sementara itu ia juga menulis buku On Calculation with Hindu Numerals pada sekitar tahun 825. Di dalam buku ini kita disuguhkan dengan gambaran bagaimana sistem numerisasi angka-angka India menyebar di Timur tengah yang akhirya ke Eropa. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa latin pada abad ke 12 dengan judul Algoritmi de numero Indorum. Dari judul buku inilah muncul istilah algoritmi, algorithm atau logaritma yang berasal dari nama al-khwarizmi.
Hingga abad ke tiga belas, Eropa barat masih mengunakan anghka Romawi yang tidak memungkinkan untuk dipakai dalam operasional ilmu hitung yang kompleks. Hal ini memperlamban perkembangan ilmu pasti. Berkat jasa ilmuan Italia, Leonardo Febonatchi yang memperkenalkan angka-angka arab yang digunakan oleh Al-Khwarizmi, akhirnya Eropa mengenal angka arab dan terus mengalami revolusi hingga menjadi angka yang kita kenal saat ini.
Salah satu angka penting yang memudahkan operasi perhitungan tersebut adalah, angka nol. Orang arab menyebut angka nol dengan sebutan “sifr”. Dari kata inilah orang jerman menyebut angka nol dengan sebutan : Ziffer. Perancis: Chiffre, dan inggris : Zero. Kata ini dipakai untuk menjelaskan kekosongan pada tingkat hitungan satuan, puluhan, ratusan, dan sebagainya.

Selain karyanya yang tersebar ke Eropa dalam bahasa latin, yang telah memberikan sumbangsih berharga di bidang matematika itu, ia juga menulis gambaran konstruksi dari beberapa instrumen astronomi seperti astrolabe dan sundial.

zij
Astronomi
Al-Khwariszmi memiliki sumbangsih yang besar dalam mengembangkan astronomi Persia, babilonia, sistem penomoran India serta sains Yunani. Salah satu karyanya yang berjudul “Sind hind” berupa risalah di bidang astronomi yang ia persembahkan kepada Khalifah Al-makmun
Geografi
Dalam studi geografi, ia melakukan koreksi terhadap Ptolemeus terkait dengan pemetaan di wilayah afrika dan timur Tengah. Karyanya di bidang geografi berjudul Kitab surat al-ard ("The Image of the Earth"; diterjemahkan menjadi : Geography), dimana ia menggambarkan lokasi dan beberapa kota di asia dan afrika serta mengoreksi panjang laut Mediterania hasil perhitungan Ptolemeus.
Selain itu ia juga membantu penyusunan peta dunia yang didedikasikan untuk Khalifah Al- Makmun serta berpartisipasi dalam ekspedisi pengukuran keliling bumi sebagai supervisor terhadap 70 geografer yang terlibat dalam proyaek negara tersebut.

Salah satu halaman di dalam kitab Algebra