Senin, 05 Oktober 2009

HIKAYAT GOLD, GOSPEL DAN GLORY

Suatu masa di belahan bumi barat sana dengan semangat gold, gospel dan glory ( emas, agama, dan kekuasaan) raja-raja bule mengirim kapal-kapal dagang mereka ke timur. Dikosongkan kabin perahu yang bakal diisi emas hijau atau bermacam rempah-rempah. Dibawa serta pendeta-pendeta untuk menyebarkan agama. Dan diikutkan pula serdadu-serdadu untuk berjaga-jaga dari ancaman bajak laut atau siapa saja yang hendak menggangu perdagangan.
Gold!
Ketemulah mereka dengan pulau-pulau yang kaya di timur. Pulau-pulau yang ditaburi emas hijau di atasnya, dan emas kuning di bawahnya. Kalau dulu mereka hanya tahu wangi-wangian rempah dari tangan pedagang Arab dan Cina di pelabuhan Baghdad dan Byzantium, kini mereka bias mendapati langsung dari sumbernya. Penduduknya ramah-ramah pula. Tak salah lagi.
Gospel!
Coba-coba mereka mengajari penduduk ini mengenal Tuhan. Ada yang ikut tetapi sebagian besar menolak karena sebelum bule-bule ini datang, mereka telah mengenal Tuhan yang lain. Tuhan itu bernama Brahma, Wisnu, Syiwa, Tuhan orang-orang India. Mereka telah pula mengenal Tuhan bernama Allah yang diajarkan orang-orang Parsi dan Gujarat.
Glory!
Ini hambatan yang berat. Sebab sudah ada raja-raja dan sultan-sultan yang berkuasa. Sultan-sultan ini seketika marah tatkala penduduk dilarang menjual hasil bumi ke pedagang lain.
Bagaimana ini? tanya salah satu pemimpin bule. Di ujung Andalas, Teuku Umar menarik rencong. Di Jawa tengah, Diponegoro mencabut keris. Dan di Ekor Celebes, Hasanuddin menghunus badik
Tapi mereka punya satu kelemahan, timpal bule yang lain. Nampaknya bule yang satu ini adalah pemikir. Apa itu? Suka menang sendiri dan abai terhadap tetangga. Ada pula pemimpin yang gila duit dan senang-senang. Sebarkan saja isu. Jelek-jelekkan saja tetanggga mereka biar mereka perang sendiri. Tatkala mereka sudah lelah, burulah kita habisi.
Tak berapa lama kemudian
Lihatlah, kita berhasil! Mereka tikam-tikaman sendiri sampai mati. Maka marilah kita tancapkan kuku kekuasaan di negeri ini berabad-abad.
Bule pergi, sipit datang. Hiroshima meledak, kita merdeka. Jadi apa lagi masalahnya? Gold, punya kita. Gospel, lakum dinukum waliyadin. Glory, kita diperintah orang sendiri .
Ho ho, tapi siapa itu di sana. Ada bule mengorek emas di Papua. Ada bule mengisap minyak di Sumatera dan Kalimantan. Ada bule senang-senang di Bali. Bumi, air dan kekayaan alam di bawahnya adalah milik negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat itu cuma jadi hapalan anak SD. Gold kita masih dalam genggaman orang-orang asing. Kali ini bukan cuma satu bangsa ganti-mengganti, tetapi berbagai bangsa datang serempak mengambil kita punya gold.
Glory!
Pemerintah tak ada daya. Ternyata kepalanya juga masih diinjak sepatu asing. Tapi ketawa-ketawa saja dia. Menertawai kita yang kelaparan ini.
Laut dikuras, diambil ikannya dan dibawa pergi nelayan sipit, tak bisa dikejar. Rupanya kapal serdadu bahari kita masih kalah cepat. Nelayan merintih, tak ada bensin untuk melaut, tak dihiraukan.
Hutan dibabat, villa dibangun. Longsor, lumpur dan air bah menelan rumah-rumah, tak ada solusi.
Sawah disulap jadi plaza. Petani menangis. Tengkulak merajalela.
Anak putus sekolah, turun mengemis di jalan-jalan. Besar sedikit jadi jambret. Yang perempuan jadi TKW. Dipukuli majikannya sampai gila. Pemerintah tidur saja. Entah lelah, entah kekenyangan. Oh, glory juga bukan punya kita.
Gospel ! Mungkin cuma gospel yang kita punya. Bagaimana pula jika itu pun dicabut dari dada kita.

Tidak ada komentar: